Posted by : Unknown Senin, 22 April 2013



ALIRAN TEOLOGI ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajara Pendidikan Agama Islam

5610_100479268425_7796966_n.jpg









Disusun oleh :
                                                Nama              : Siska Hidayat
                                                NIM                 : 1211C1052

S1 ANALIS MEDIS (Kelas : B) Tk . I



SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
2012

Sunni
Sunni berasal dari kata sunnah arti Sunnah secara harfiah ialah tradisi, adat kebiasaan, yang telah melembaga dalam masyarakat. Jadi, yang dimaksud dengan Sunni ialah nama bagi kelompok muslim pendukung sunnah menurut terminology syara' ahli hadits, ahli kalam dan ahli politik. Mereka dinamakan juga Muslim ortodoks yang menjadi oposan bagi pendukung aliran Syiah dan Khawarij.-yang disebut heterodoks. Sunni ialah seorang Muslim yang tidak mengatakan secara jelas bahwa ia adalah pendukung Syi'ah atau Khawarij, tanpa harus mengatakan ia pengikut atau mengikuti suatu kaum azhabfiqh.
1.2 Tokoh
Sunni pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat  dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni.
1.3 Mazhab / aliranFikih
Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti. Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab lebih pada tata cara ibadah. Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tidak ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.
1.4 Konsep Pemikiran
Dalam memahami agama mereka mengambil jalan tengah (wasathan). Mereka berpegang pada asas keseimbangan (equilibrium) yang mengacu pada al-Qur'an dan as-Sunnah dan berusaha mencari perdamaian antara dua sisi ekstrim yang bertentangan. sunni menyeimbangkan dan mendamaikan antara akal dan naqal, dunia dan akhirat, dan fiqh dengan tasawuf.

Syi'ah
2.1  Definisi
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab Syī`ah.Syi'ahadalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Aliartinya pengikut Ali, yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun)Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang.
2.2 Sejarah
Dengan melihat keistimewaan dan kedudukan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s., para pengikutnya meyakini bahwa ia adalah satu-satunya sahabat yang berhak untuk menggantikan kedudukan Rasulullah SAW setelah ia wafat. Keyakinan ini menjadi semakin mantap setelah peristiwa “kertas dan pena” yang terjadi beberapa hari sebelum ia meninggal dunia. Akan tetapi, kenyataan berbicara lain. Ketika Ahlul Bayt a.s. dan para pengikut setia mereka sedang sibuk mengurusi jenazah Rasulullah SAW untuk dikebumikan, mayoritas sahabat yang didalangi oleh sekelompok sahabat yang memiliki kepentingan-kepentingan pribadi dengan Islam, berkumpul di sebuah balai pertemuan yang bernama Saqifah Bani Sa’idah guna menentukan khalifah pengganti Rasulullah SAW. Dan dengan cara dan metode keji, para dalang “permainan” ini menentukan Abu Bakar sebagai khalifah pertama muslimin.
Setelah para pengikut Imam Ali a.s. yang hanya segelintir selesai mengebumikan jenazah Rasulullah SAW, mereka mendapat berita bahwa khalifah muslimin telah dipilih. Banyak pengikut Imam Ali a.s. seperti Abbas, Zubair, Salman, Abu Dzar, Ammar Yasir dan lain-lain yang protes atas pemilihan tersebut dan menganggapnya tidak absah. Yang mereka dengar hanyalah alasan yang biasa dilontarkan oleh orang ingin membela diri. Mereka hanya berkata: “Kemaslahatan muslimin menuntut demikian”.Protes minoritas inilah yang menyebabkan mereka memisahkan diri dari mayoritas masyarakat yang mendominasi arena politik kala itu. Dengan demikian, terwujudlah dua golongan di dalam tubuh masyarakat muslim yang baru ditinggal oleh pemimpinnya. Akan tetapi, pihak mayoritas yang tidak ingin realita itu diketahui oleh para musuh luar Islam, mereka mengeksposkan sebuah berita kepada masyarakat bahwa pihak minoritas itu adalah penentang pemerintahan yang resmi. Akibatnya, mereka dianggap sebagai musuh Islam.Meskipun adanya tekanan-tekanan dari kelompok mayoritas, kelompok minoritas ini masih tetap teguh memegang keyakinannya bahwa kepemimpinan adalah hak Imam Ali a.s. setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Bukan hanya itu, dalam menghadapi segala problema kehidupan, mereka hanya merujuk kepada Imam Ali a.s. untuk memecahkannya, bukan kepada pemerintah. Meskipun demikian, berkenaan dengan problema-problema yang menyangkut kepentingan umum, mereka tetap bersedia untuk ikut andil memecahkannya. Banyak problema telah terjadi yang tidak dapat dipecahkan oleh para khalifah, dan Imam Ali a.s. tampil aktif dalam memecahkannya.

2.3  Tokoh
1.      Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2.      Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3.      Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4.      Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5.      Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6.      Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
7.      Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
8.      Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9.      Muhammad bin Ali (810–v835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
10.  Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11.  Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
12.  Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi
2.4  KonsepPemikiran
a.   Imamah
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam(TokohSyi’ah).Dalil, paham Imamah didasarkan pada  Q.S. Yunus (10): 35. Q.S. al-Maidah [5]: 55). Adapun hadis yang menjadi dasar doktrin imamah adalah hadis gadir yang dikumandangkan Nabi ketika haji wada’, yang dikutip langsung sebagai dalil untuk mendukung hak ‘Ali atas khilafah.Dalam pandangan kaum Syi‘ah, Imam bukan sekedar penguasa yang wajib ditaati. ia merupakan satu-satunya wewenang dalam menafsirkan dan mengimplementasi-kan hukum Tuhan.Imamah dalam pandangan Syi‘ahdalam hal inisama dengan kenabian. Ia dianggap seorang yang ma’sum oleh Tuhan dari segala kesalahan. Ia (imam) juga diberi pertolongan dan mukjizat Ilahi sebagai tanda Keimamannya. Orang-orang Syi‘ah juga menetapkan sifat-sifat imam sebagai syarat. Ia haruslah seorang yang dapat memberi petunjuk kepada manusia atas jalan yang benar dan melarang berbuat salah dalam hukum. Seorang imam harus lebih mulia dan utama di mata rakyatnya dalam hal ilmu pengetahuan dan akhlak. Sesuatu yang membedakan imamah dengan Kenabian adalah, imamah sebagai penjaga bagi risalah, sedangkan Kenabian sebagai pendirian dari risalah. Dalam eksistensi dan perilakunya, imam diyakini sebagai manifestasi rahmat Ilahi, sehingga penciptaan dan pengangkatannya wajib atas Tuhan.
b. Mahdiisme
Dalam akidah Syiah, kemunculan Imam Mahdi adalah permasalahan yang sudah pasti, persis dengan ungkapan akan munculnya Yaum al-Mau’ud (hari kiamat). Hari yang dijanjikan dengan kemunculan Imam Mahdi adalah langkah awal untuk menuju Hari Akhir yang telah dijanjikan Allah.Muhammad al-Mahdi, dipercaya golongan ini diberikan Tuhan kehidupan panjang sampai akhir dunia, tetapi ia berada dalam alam gaib. Imam Mahdi hidup sebagaimana Elijah, yang menurut kepercayaan Yahudi diangkat ke surga dan hidup di sana. Pada akhirnya, perdebatan mengenai kemunculan al-Mahdi mendorong para pemikir dan agamawan untuk memberikan penafsiran tentang Mahdi atau Messiah “Sang Juru Selamat“. Di antara tanda-tanda kemunculannya adalah ketika bumi ini telah dipenuhi dengan kerusakan, kebobrokan, ketidakadilan dan penindasan yang merajalela. Kemunculan al-Mahdi akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan (hak), dan penegakan moral.
c. Ismah
Ajaran ini berkenaan dengan prasyarat imamah yang menyatakan, bahwaseorang Imam sama sekali tidak dapat dicela, sifat dan tindakan-tindakannya menempatkan ia di atas derajat orang-orang biasa. Dia merupakan legislator sekaligus eksekutor, tetapi tindakannya tidak pernah dipertanyakan. Dia adalah tolok ukur baik dan buruk, apa yang dilakukannya adalah baik, apa yang dilarangnya adalah buruk. Ia merupakan pemimpin rohani sejati, kewenangan rohaninya mengungguli kewenangan Paus dalam gereja Katholik.
d. Taqiyyah
Secara etimologi, kata taqiyyah berasal dari bahasa Arab, dari akar kata waqa-yaqi yang berarti melindungi atau menjaga diri. Dari terjemahan tersebut, maka praktek taqiyyah diartikan—sebagaimana dikatakan oleh al-Tabataba’i bahwa taqiyyah lebih tepat diartikan dengan seseorang yang menyembunyikan agamanya atau beberapa praktek tertentu dari agamanya dalam keadaan yang mungkin atau pasti akan menimbulkan bahaya sebagai akibat tindakan-tindakan dari orang-orang yang menentang agamanya atau praktek-praktek keagamaan tertentu.

e. Marja’iyyah
Marja’iyyah berasal dari kata marja’, yang artinya tempat kembalinya sesuatu, atau tempat kembali dalam persoalan-persoalan agama. Dalam pandangan Syi‘ah, kemunculan marja’ disebabkan karena gaibnya Imam Mahdi, lebih tepatnya setelah gaibnya Imam Keduabelas.Konsep Marja’iyyah ialah proses pelimpahan tanggungjawab kepemimpinan kepada para fuqaha yang bersifat adil dan mempunyai kemampuan memimpin dari Imam Mahdi. Dalam hal ini, setiap orang Syi‘ah yang tidak mampu mengambil kesimpulan hukum dalam permasalahan keagamaan sehari-hari harus merujuk kepada orang yang lebih tahu, yaitu para Ulama atau Fuqaha. Hal ini disebabkan karena para Fuqaha merupakan penerus kepemimpinan Imam Mahdi selama masa kegaibannya. Maka, wewenang atau kekuasaan yang dimiliki fuqaha terhadap umat sangat besar.

Khawārij
3.1 Definisi
Khawārijsecara harfiah berarti Mereka yang Keluarialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya.
3.2 Sejarah
Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin. (Fat, juz 12 hal. 283)Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Amirul Mu'minin Al Kholifatur Rosyid Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.
3.3 Tokoh
3.4 Konsep Pemikiran
Mereka berkata dengan menggunakan ta’wil dan hanya melihat dhahir nashnyasaja, Pelaku dosa besar menurut mereka adalah kufrun minal millah (keluar dari Islam)
3.5 Sifat-sifat Khawarij
         1.         Suka mencela dan menganggap sesat.
         2.         Berprasangka buruk
         3.         Berlebih-lebihan dalam ibadah
         4.         Keras terhadap kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.
         5.         Sedikit pengetahuan mereka tentang fikih.
         6.         Muda umurnya dan berakal buruk.
Ada beberapa pendapat dalam mensikapi orang-orang khawarij diantaranya :
1.      Sebagian ulama menghukumi mereka kafir.
2.      Sebagian yang lain menghukuminya fasiq, ahlul bid’ah dan ahlul bagyi (pemberontak).

Akan tetapi bukan berarti mereka (ulama) tidak mengkafirkan sebagian sekte khawarij yang layak untuk dikafirkan seperti :
a.   Bada’iyah : yang berpendapat shalat itu hanya satu raka’at di pagi hari dan satu raka’at di sore hari.
b.   Maimuniyyah, yang memperbolehkan menikahi mahram dan menngingkari surat yusuf termasuk salah satu surat dalam al-Qur’an. Karena menurut mereka surat yusuf mengisahkan tentang cinta dan Asmara. Padahal al-Qur’an itu semuanya serius tak ada persoalan seperti itu.
c.   Yazidiyah, yang berkeyakinan bahwa Allah akan mengutus Rasul dari kalangan ‘Ajam (non Arab) yang akan menghapus syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah menerangkan bahwa mereka mempunyai dua sifat yang masyhur di kalangan mereka yaitu :
1.      Keluarnya mereka dari As-Sunnah
2.      Mereka mengkafirkan orang-orang yang berbuat maksiat yang menghantarkan merekakepada penghalalan darah orang-orang muslim dan harta mereka serta menjadikan Negara yang mereka tempati sebagai daarul kufri (Negara yang boleh diperangi).

Murji’ah
4.1 Definisi 
Murji’ah secara etimologi memiliki arti Angan-angan, Memberi, Mengharap.Firman Allah Ta’ala dalam surat An Nisa’, ayat 104:sebagaimana dalam firman-Nya surat Al a’raaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu akhirhu. Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam mengartikan kalimat Murji’ah, secara ringkas kalimat Murji’ah adalah:
         1.         Al Irja’ : Mengakhirkan amal dari Iman.
         2.         Irja’ diambil dari bahasa yang berarti “takhir dan imhal“ (mengakhirkan dan meremehkan). Irja’ semacam ini adalah irja’ (mengakhirkan) amal dalam derajat iman serta menempatkannya pada posisi kedua berdasarkan iman dan dia bukan menjadi bagian dari iman itu sendiri, karena iman secara majaz, di dalamnya tercakup amal. Padahal amal itu sebenarnya merupakan pembenar dari iman itu sendiri sebagaimana yang telah diucapkan kepada orang–orang yang mengatakan bahwa perbuatan maksiat itu tidak bisa membahahayakan keimanan sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat bagi orang kafir.Pengertian seperti ini tercakup juga di dalamnya orang-orang yang mengakhirkan amal dari niat dan tashdiq (pembenaran).
         3.         Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Irja’ adalah mengakhirkan hukuman kepada pelaku dosa besar sampai datangnya hari kiamat yang mana dia tidak akan diberi balasan atau hukuman apapun ketika masih berada di dunia.
         4.         Sebagian mereka ada yang mengartikan Irja’ dengan perkara yang terjadi pada Ali, yaitu dengan memposisikan Ali pada peringkat ke-empat dalam tingkatan sahabat. Atau mengakhirkan (menyerahkan) urusan Ali dan Utsman kepada Allah subhanahu wata’alla serta tidak menyatakan bahwa mereka berdua beriman atau kafir.
Sebagian kaum Murji’ah yang lain ada yang tidak memasukkan sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW yang berlepas diri dari fitnah yang terjadi antara sahabat Ali dan Muawiyah sebagai sahabat Rasulullah SAW.
4.2 Sejarah
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij . Kaum Murji’ah muncul adanya pertentangan politik dalam Islam. Dalam suasana demikian, kaum Murji’ah muncul dengan gaya dan corak tersendiri. Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktek kafir atau tidak bagi golongan yang bertentangan.Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang–orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena halnya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap mukmin dihadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kali masyahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir. Alasan Murji’ah menganggapnya tetap mukmin, sebab orang Islam yang berbuat dosa besar tetap mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah rasulnya.
4.3 Tokoh dan KonsepPemikiran
A. Golongan yang Ekstrim
Golongan ini dipimpin Al-Jahamiyah (pengikut jaham ibn Safwan) pahamnya berpendapat, bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah kafir. Dengan alasan, iman dan kafir bertempat dihati lebih lanjut umpamanya ia menyembah salib, percaya pada trinitas dan kemudian meninggal, orang ini tetap mukmin, tidak menjadi kafir. Dan orang tersebut tetap memiliki iman yang sempurna.
·         Pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kafir adalah tidak tahu pada Tuhan. Masalah sembahyang tidak merupakan ibadah kepada Allah. Ibadah adalah iman kepadanya, artinya mengetahui Tuhan.
·         Al-Baghdadi menerangkan pendapat Al-Salihiyah bahwa sembahyang , zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah. Kesimpulanya ibadah hanyalah iman.
·         Al-Yunusiyah berkesimpulan atas pendapat kaum Murji’ah yang disebut iman adalah mengetahui Tuhan, bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman seseorang.
·         Atas pandangan diatas .Al-Ubaidiyah berpendapat bahwa jika seseorang mati dalam iman , dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakannya tidak akan merugikan yang bersangkutan.
·         Adapun Muqatil ibn Sulaiman mengatakan, perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang, dan sebaliknya perbuatan baik tidak akan mengubah kedudukan orang musyrik

B. Golongan Murji'ah Moderat

Tokoh dari golongan ini antara lain : Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis. Kemudian Abu Hanifah mendefinisikan iman adalah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, Tentang rasul – rasulnya. Dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan. Ada gambaran definisi iman menurut Abu Hanifah, yaitu iman bagi semua orang Islam adalah sama. Tidak ada perbedaan antara iman orang Islam yang berdosa besar dan orang Islam yang patuh menjalan kan perintah – perintah Allah. Dengan demikian, Abu Hanifah berpendapat bahwa perbuatan tidak penting, tidak dapat diterima.
Asy’ari berpendapat, iman adalah pengakuan dalam hati tentang ke Esaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul – rasulnya serta apa yang mereka bawa. Sebagai cabang dari iman adalah mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun – rukun Islam. Bagi orang yang melakukan dosa besar, apabila meninggal tanpa obat, nasibnya terletak ditangan Tuhan. Kemungkinan Tuhan tidak membari ampun atas dosa – dosanya dan akan menyiksanya sesuai dengan dosa – dosa yang dibuatnya. Kemudian dia dimasukkan kedalam surga, karena ia tidak akan mungkin kekal tinggal dalam neraka.

Jabariyah
5.1 Definisi
Pengertian arti kata secara etimologi kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.
5.2    Sejarah
Faham Jabariah pertama kali dipopulerkan oleh Ja’d bin Dirham di Basrah. Ide jabariah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran muridnya yaitu Jahm bin Shafwan, yang kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah. Di samping menerima ide jabariah, Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti mengemukakan pendapat bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah ma’rifah dan kekufuran adalah jahl, kalam Allah bersifat tidak qadim, Allah bukan sesuatu dan tidak bisa dilihat pada hari kiamat.
5.3    Tokoh dan Konsep Pemikiran
a.      Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.  Pendapat-pendapatnya:
·         Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164. 
·         Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat An-Nisa.
b.      Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani Ummayah.Pendapat-pendapatnya:
·         Keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan. 
·         Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.

Qadariyah
6.1  Definisi
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya
6.2  SejarahMunculnyaQadariah
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma’bad adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bashri.Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.
6.3 Tokoh dan Konsep Pemikiran
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-quran sunnatullah.Faham yang diajukan oleh kelompok ini bukan hanya berdasarkan rasionalitas pemikiran saja akan tetapi ada nash-nash Al-Qur’an yang dijadikan sebagai penopang akan pendapatnya, diantarnya adalah:
Artinya:
“……… Maka barang siapa yang mau berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir, biarkanlah ia kafir (Al-Kahfi: 29) Terlihat jelas dalam ayat ini menurut mereka bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada sekalian manusia untuk menentukan apakah ia mau beriman atau malah sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa manusialah yang menentukan arah hidupnya sendiri bukan Tuhan dalam ayat yang lain disebutkan

Mu'tazilah
7.1 Definisi
Secara EtimologiMu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab menunjukkan kesendirian, kelemahan dan keterputusan, Secara TerminologiPara Ulama banyak mendepenisikan kalimat ini, sebagian ulama mendefinisikannya sebagai “satu kelompok dari qadariyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Washil bin Atho' dan Amru bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry”. Mu’tazilah merupakan suatu jama'ah yang lain dari Ahlussunnah wal jamaah yang lebih mengedepankan pikiran dari nash. Dan pelopor munculnya fikiran seperti ini adalah Washil bin Atha’ yang kemudia mendirikan jama’ah yang disebut dengan Mu’tazilah.
7.2 Sejarah Munculnya Mu’tajilah
Munculnya Mu’tazilah adalah dari kisah Hasan Al-Bashri yang berbeda pendapat dengan muridnya yang bernama washil bin ‘atha’ pada masalah pelaku dosa besar. Maka dengan I’tizalnya’ dari majlis Hasan Al- bashri dinamakanlah Wasil dan orang-orang yang sepaham dengannya dengan Mu’tazilah. Mereka begitu hebat melobi dan memutar kata sehingga bisa memegang pemerintahan islam selama kurang lebih dua ratus tahun. Sebagaimana berselisih faham Hasan bashri dengan muridnya berselisih pula Abu Hasan Al-asy'ari dengan gurunya yang bernama Abu Ali Al-juba’I pada masalah sifat Allah swt yaitu wajibnya Allah swt berbuat baik.
7.3    Tokoh dan Konsep Pemikiran
Ada banyak tokoh dan ulama mu’tazilah yang bertebaran di Daulah Arabiyah khususnya, Mu’tazilah terbagi menjadi dua kelompok besar saat menjalani misinya dengan sponsor Daulah Abbasiyah, yaitu:
·         Cabang Bashrah, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Waashil bin Atha', Amr bin Ubaiid, Utsman Ath Thowil, Abu Al Hudzail Al 'Alaaf, Abu Bakr Al Ashom, Ma’mar bin Ubaad, An Nadzom, Asy Syahaam, Al Jaahidz, Abu Ali Aljubaa'i, Abu Hasyim Al Jubaa'i dan yang lain-lainnya.
·         Cabang Baghdad, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Bisyr bin Mu'tamir, Abu Musa Al Mardaar, Ahmad bin Abii Duaad, Tsumamah bin Al Asyras, Ja'far bin Harb, Ja'far bin Mubasyir, Al Iskaafy, Isa bin Al Haitsam Al Khayaath, Abul Qasim Al-Balkhy Al- Ka'by dan yang lain-lainnya.
Ada banyak kelompok-kelompok kecil dalam tubuh Mu’tazilah yag semua berdasar dari perbedaan pemikiran dalam setiap tokohnya. Yaitu:
·      Al -washiliyah.Mereka adalah pengikut abu hudzaifah washil bin ‘atho’ al- ghazzalah. Dia adalah murid imam Hasan al-bashri dan keduanya hidup dizaman khalifah Abdullah bin marwan dan Hisyam bin Abdul Malik.
·      Al-HudzailiyahMereka adalah kelompok yang di gagas oleh Abu Hadzil Hamdan bin Hadzil Al-‘Allaf, dia termasuk syekhnya mu’tazilah dan orang terkemuka di antara mereka, dia mendapat faham mu’tazilah dari Utsman bin Kholid At-towil dari Washil bin ‘Atha’. Persi lain mengatakan bahwa Abu hadzil belajar Mu'tadzilah itu dari Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Hanafiyah, dan persi lain mengatkan dia mengambil faham itu dari Hasan bin Abi hasan Al basyri.
·      An-NazzomiyahMereka adalah aliran yang dipelopori oleh Ibrohim bin Sayyar bin Hani’ An-nazzom. Ia telah banyak membaca kitab-kitab Filosof sehingga kemudia bercampur dengan faham Mu’tazilahnya. Ia berbeda pendapat dengan Mu’tazilah lain pada beberapa masalah, antara lain ia mengatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk ini serentak yaitu manusia, tumbuhan, hewan diciptakan serentak sebagaiman yang kita lihat sekarang. Pendapat ini di adopsi dari Filosof dan bertentanga dengan apa yang di sepakati ulama salaf dan khalaf.
·      Al-Khobitiyyah dan Al-HadatsiyyahAl-Khobitiyah adalah pengikut Ahmad bin Khobit, demikian juga Al-Hadatsiyah adalah pengikut Fadhl Al-Hadtsi. Sebetulnya kedua orang ini adalah Mu’tazilah Nazomiyah namun setelah membaca dan mempelajari banyak buku-buku Filsafat mereka juga punya pikiran yang melenceng dari Mu’tazilah itu sendiri seperti; mereka menyakini bahwa dalam diri Nabi ‘Isa as itu ada unsur ketuhanan seperti apa yang di percayai Nasrani bahwa nanti di akhirat ‘Isa akan ikut menghitung amal manusia.
·      Al-BisyriyahMereka adalah pengikut Bisyri bin Mu’tamir, dia termasuk pembesar Mu’tazilah.
·      Al-Mu’ammariyahIni adalah pengikut Mu’ammar bin ‘Abbad As-Salmi, dia
termasuk pembesar Qodariyah dan ia banyak menyimpang dari Ahlusunnah bahkan Mu’tazilah sendiri seperti pendapatnya yang menapikan Qadar baik dan buruk dari Allah SWT dan mengingkari bahwa Allah SWT itu Qadim, bahkan menyesatkan dan mengkafirkan orang yang berseberangan dengannya.
·      Al-MardariyahTokoh utamanya adalah ‘Isa bin Sobih Al-Makni yang diberi gelar dengan “Mardar”, ia penah jadi murid Bisyri bin Mu’tamir dan ia di gelar juga dengan Rohibul Mu’tazilah=guru besarnya Mu'tazilah. ia berbeda dengan Mu’tazilah lain pada beberapa masalah seperti; dia berpendapat pada sipat Qudratnya Allah SWT itu termasuk bahwa Allah SWT sanggup berbohong dan berbuat zalim, dan kalau Allah SWT misalnya berdusta atau berlaku zalim maka jadialah Ia Tuhan yang zalim dan Tuhan pendusta. Kemudian sang Mardar inilah yang paling menonjol menggembar-gemborkan bahwa Al-qur’an itu adalah makhluk dan manusia mampu membuat bacaan yang sama dengan Al-quran baik dari segi balagah, fasohah dan I’jaznya.
·      Ats-TsumamiyahIni adalah kelompok Tsumamah bin Asyros An-Namiry, ia termasuk Mu’tazilah yang ekstrim dan banyak berbeda dengan Mu’tazilah lain, seperti pendapatnya yang mengatakan bahwa orang fasiq itu kekal di neraka dan mengatakan bahwa orang kafir dari Yahudi, Nasrani, Majusi, Dahri, Musyrik dan Zanadiqoh nanti di akhirat akan jadi tanah, sama dengan binatang dan anak-anak orang beriman. Suatu riwayat menyebutkan ketika Tsumamah melihat kaum muslimin berlari kemesjid untuk sholat jum’at karna takut terlambat maka dia berkata” lihatlah para kerbau itu, lihatlah himar-himar itu”.
  •     Al-HisyamiyahMereka adalah pengikut Hisyam bin Amru Al-futi, ia adalah orang yang sangat ekstrim pada masalah Qudratnya Allah SWT. Ia mengingkari banyak perbuatan Allah yang sudah nyata sekalipun dalam Al-quran seperti; ia mengingkari bahwa Allah SWT yang menyatukan hati orang-orang beriman bahkan mengatakan bahwa yang menyatukan hati orang-orang beriman itu adalah mereka sendiri dengan ikhtiyar mereka. pedahal sudah jelas di ungkapkan dalam Al-Quran:

Ahlussunnah berkomentar tentang “al-futi “ dan pengikutnya bahwa darah dan harta mereka halal bagi kaum muslimin, siapa yang membunuh mereka tidak akan dikenakan diat dan kiparat bahkan membunuh mereka adalah salah satu jalantaqorrub kepada Allah SWT.
·         A-JahiziyyahTokohnya adalah Amru bin Bahr abu Utsman Al-Jahiz, ia merupakan orang yang dimuliakan di Mu’tazilah dan termasuk penyusun kitab-kitab mereka. salah satu pendapatnya yang menyimpang dari Mu’tazilah lain adalah ia berpendapat bahwa orang yang masuk neraka itu tidak selamanya akan mendapat siksa tapi mereka akan menjelma jadi unsur dari api itu sendiri.
·         Al-Khoyyatiyah dan Ka’biyahMereka adalah kelompok Abu Husein bin Abu Amru al-Khoyyat dan Ustadz Abu Qasim bin Muhammad Al-Ka’bi. Mereka berdua ini adalah Mu’tazilah dari Bagdad, mereka bisa dibilang satu aliran.
·         Al-Juba'iyyah dan dan BahsyamiyahMereka adalah pengikut Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Al-Jubbai dan anaknya Abu Hasyim Abdussalam. Mereka berdua ini adalah orang Mu’tazilah dari Bashrah dan beberapa masalah berbeda dengan Mu'tazilah lainnya seperti; keduanya mengingkari bahwa Allah SWT akan dilihat di akhirat, mengatakan bahwa kalam Allah SWT adalah berhuruf, tersusun dan bersuara.

Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah
8.1 Definisi
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama'ah atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah atau Sunni. Ahlussunnah adalah mereka yang sentiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al-Quran dan hadis yang sahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syiah.
8.2 Sejarah
Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yangdimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. nu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
" Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran: 106]
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yanghitam wajahnya mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.”
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah di antaranya:
         1.         Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah, ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
         2.         Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yangterasing).Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
         3.         Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
         4.         Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah  berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan
         5.         “...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”
         6.         Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”
         7.         Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuaidengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
         8.         Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah. Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.
Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah
8.3 Tokoh dan Konsep Pemikiran :
Di antara segi tinjauan yang memungkinkan kita bisa mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu ialah:
·         Pertama, sesungguhnya mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah ahli sunnah, yakni orang-orang yang mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan membawanya baik dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah yang paling dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
·         Kedua, selanjutnya ialah para pengikut sahabat Rasaulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah yang menerima tongkat estafet agama dari para sahabat, yang mengutip, yang mengetahui, dan yang mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in dan generasi yang hidup sesudah mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin bid’ah macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman.
·         Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka adalah para salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as sunnah, yang konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat, para tabi’in, dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh panutan dalam urusan agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak menggantinya, dan yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama Allah.
·         Keempat, ahli sunnah wal jama’ah ialah satu-satunya golongan yang berjaya dan mendapat pertolongan Allah sampai hari kiamat nanti, karena merekalah yang memang cocok dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam: “Ada segolongan dari umatku yang selalu membela kebenaran. Mereka tidak merasa terkena mudharat orang-orang yang tidak mendukung mereka sampai datang urusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu..
Dalam satu lafazh disebutkan: “Ada segolongan umatku yang senantiasa menegakkan perintah Allah….
·         Kelima, mereka adalah orang-orang yang menjadi asing atau aneh ketika dimana-mana banyak orang yang suka mengumbar hawa nafsu, berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam perbuatan bid’ah sangat marak, dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Semula Islam itu asing dan akan kembali asing. Sungguh beruntung orang-orang yang asing.” Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda, “Sungguh beruntung orang-orang yang asing, yakni beberapa orang saleh yang hidup di tengah-tengah banyak manusia yang jahat. Lebih banyak orang yang memusuhi mereka daripada yang taat kepada mereka.
Sifat tersebut cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
·           Keenam, mereka adalah para ahli hadist, baik riwayat maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf menafsiri al tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat, yakni orang-orang ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli hadist. Hal itu berdasarkan riwayat dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al Madini, dan Ahmad bin Sinan. Ini benar, karena para ahli hadist lah yang layak menyandang sifat tersebut, mereka adalah para pemimpin ahli sunnah.





Daftar Pustaka

Nasution,Harun.2012.TeologiIslam.Jakarta:UI-Press.
www.Delsajoesafira.blogspot.com
www.fostimpala.blogspot.com
www.ms.wikipedia.org/wiki/Ahli_Sunah_Waljamaah
www.suryadilaga.wordpress.com
www.Aliranteologiislam.co.id


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 シズカ 近松's Blog ^^ - Ore no Imouto - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -