Posted by : Unknown
Senin, 22 April 2013
ALIRAN TEOLOGI ISLAM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajara
Pendidikan Agama Islam
Disusun
oleh :
Nama : Siska Hidayat
NIM : 1211C1052
S1 ANALIS MEDIS (Kelas : B) Tk . I
SEKOLAH
TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
2012
Sunni
Sunni berasal dari kata sunnah arti
Sunnah secara harfiah ialah tradisi, adat kebiasaan, yang telah melembaga dalam
masyarakat. Jadi, yang dimaksud dengan Sunni ialah nama bagi kelompok muslim pendukung
sunnah menurut terminology syara' ahli
hadits, ahli kalam dan ahli politik. Mereka
dinamakan juga
Muslim ortodoks yang menjadi oposan bagi pendukung aliran Syiah dan Khawarij.-yang
disebut heterodoks. Sunni ialah seorang Muslim yang tidak mengatakan
secara jelas bahwa ia adalah pendukung
Syi'ah atau Khawarij,
tanpa harus mengatakan ia pengikut atau mengikuti suatu
kaum azhabfiqh.
1.2 Tokoh
Sunni pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni.
1.3 Mazhab /
aliranFikih
Terdapat empat
mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan sunni
empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti. Perbedaan yang ada pada
setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab lebih pada tata cara
ibadah. Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang
memang tidak ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan
kapan suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis
lain dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya
adalah terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih
dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau memang tidak
pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari
dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim
maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.
1.4 Konsep Pemikiran
Dalam
memahami agama mereka mengambil jalan tengah (wasathan). Mereka berpegang pada
asas keseimbangan (equilibrium) yang mengacu pada al-Qur'an dan as-Sunnah dan
berusaha mencari perdamaian antara dua sisi ekstrim yang bertentangan. sunni
menyeimbangkan dan mendamaikan antara akal dan naqal, dunia dan akhirat, dan
fiqh dengan tasawuf.
Syi'ah
2.1 Definisi
Istilah Syi'ah
berasal dari kata Bahasa Arab Syī`ah.Syi'ahadalah
bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Aliartinya pengikut Ali,
yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu
Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang
beruntung" (ya Ali anta wa
syi'atuka humulfaaizun)Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna:
pembela dan pengikut seseorang.
2.2
Sejarah
Dengan melihat
keistimewaan dan kedudukan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s., para pengikutnya meyakini bahwa ia adalah
satu-satunya sahabat yang berhak untuk menggantikan kedudukan Rasulullah SAW
setelah ia wafat. Keyakinan ini menjadi semakin mantap setelah peristiwa
“kertas dan pena” yang terjadi beberapa hari sebelum ia meninggal dunia. Akan
tetapi, kenyataan berbicara lain. Ketika Ahlul Bayt
a.s. dan para pengikut setia mereka sedang sibuk mengurusi jenazah
Rasulullah SAW untuk dikebumikan, mayoritas sahabat yang didalangi oleh
sekelompok sahabat yang memiliki kepentingan-kepentingan pribadi dengan Islam,
berkumpul di sebuah balai pertemuan yang bernama Saqifah Bani Sa’idah guna
menentukan khalifah pengganti Rasulullah SAW. Dan dengan cara dan metode keji,
para dalang “permainan” ini menentukan Abu Bakar sebagai khalifah pertama
muslimin.
Setelah para
pengikut Imam Ali a.s. yang hanya segelintir selesai mengebumikan jenazah
Rasulullah SAW, mereka mendapat berita bahwa khalifah muslimin telah dipilih.
Banyak pengikut Imam Ali a.s. seperti Abbas, Zubair, Salman, Abu Dzar, Ammar
Yasir dan lain-lain yang protes atas pemilihan tersebut dan menganggapnya tidak
absah. Yang mereka dengar hanyalah alasan yang biasa dilontarkan oleh orang
ingin membela diri. Mereka hanya berkata: “Kemaslahatan muslimin menuntut
demikian”.Protes minoritas inilah yang menyebabkan mereka memisahkan diri dari
mayoritas masyarakat yang mendominasi arena politik kala itu. Dengan demikian,
terwujudlah dua golongan di dalam tubuh masyarakat muslim yang baru ditinggal
oleh pemimpinnya. Akan tetapi, pihak mayoritas yang tidak ingin realita itu
diketahui oleh para musuh luar Islam, mereka mengeksposkan sebuah berita kepada
masyarakat bahwa pihak minoritas itu adalah penentang pemerintahan yang resmi.
Akibatnya, mereka dianggap sebagai musuh Islam.Meskipun adanya tekanan-tekanan
dari kelompok mayoritas, kelompok minoritas ini masih tetap teguh memegang
keyakinannya bahwa kepemimpinan adalah hak Imam Ali a.s. setelah Rasulullah SAW
meninggal dunia. Bukan hanya itu, dalam menghadapi segala problema kehidupan,
mereka hanya merujuk kepada Imam Ali a.s. untuk memecahkannya, bukan kepada
pemerintah. Meskipun demikian, berkenaan dengan problema-problema yang
menyangkut kepentingan umum, mereka tetap bersedia untuk ikut andil
memecahkannya. Banyak problema telah terjadi yang tidak dapat dipecahkan oleh
para khalifah, dan Imam Ali a.s. tampil aktif dalam memecahkannya.
2.3 Tokoh
2.4
KonsepPemikiran
a. Imamah
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua
Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin
muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam(TokohSyi’ah).Dalil,
paham Imamah
didasarkan pada Q.S. Yunus (10): 35. Q.S. al-Maidah [5]: 55). Adapun
hadis yang menjadi dasar doktrin imamah adalah hadis gadir yang dikumandangkan Nabi ketika haji wada’, yang
dikutip langsung sebagai dalil untuk mendukung hak ‘Ali atas khilafah.Dalam
pandangan kaum Syi‘ah, Imam bukan sekedar penguasa yang wajib ditaati. ia
merupakan satu-satunya wewenang dalam menafsirkan dan mengimplementasi-kan
hukum Tuhan.Imamah
dalam pandangan Syi‘ahdalam hal inisama dengan kenabian. Ia dianggap seorang
yang ma’sum
oleh Tuhan dari segala kesalahan. Ia (imam) juga diberi pertolongan dan
mukjizat Ilahi sebagai tanda Keimamannya. Orang-orang Syi‘ah juga menetapkan
sifat-sifat imam sebagai syarat. Ia haruslah seorang yang dapat memberi
petunjuk kepada manusia atas jalan yang benar dan melarang berbuat salah dalam hukum.
Seorang imam harus lebih mulia dan utama di mata rakyatnya dalam hal ilmu
pengetahuan dan akhlak. Sesuatu yang membedakan imamah dengan Kenabian
adalah, imamah
sebagai penjaga bagi risalah, sedangkan Kenabian sebagai pendirian dari
risalah. Dalam eksistensi dan perilakunya, imam diyakini sebagai manifestasi
rahmat Ilahi, sehingga penciptaan dan pengangkatannya wajib atas Tuhan.
b. Mahdiisme
Dalam akidah
Syiah, kemunculan Imam Mahdi adalah permasalahan yang sudah pasti, persis
dengan ungkapan akan munculnya Yaum al-Mau’ud (hari kiamat). Hari yang dijanjikan dengan
kemunculan Imam Mahdi adalah langkah awal untuk menuju Hari Akhir yang telah
dijanjikan Allah.Muhammad al-Mahdi, dipercaya golongan ini diberikan Tuhan
kehidupan panjang sampai akhir dunia, tetapi ia berada dalam alam gaib. Imam
Mahdi hidup sebagaimana Elijah, yang menurut kepercayaan Yahudi diangkat ke
surga dan hidup di sana. Pada akhirnya, perdebatan mengenai kemunculan al-Mahdi
mendorong para pemikir dan agamawan untuk memberikan penafsiran tentang Mahdi
atau Messiah “Sang Juru Selamat“. Di antara tanda-tanda kemunculannya adalah
ketika bumi ini telah dipenuhi dengan kerusakan, kebobrokan, ketidakadilan dan
penindasan yang merajalela. Kemunculan al-Mahdi akan memenuhi bumi dengan
keadilan dan persamaan (hak), dan penegakan moral.
c. Ismah
Ajaran ini
berkenaan dengan prasyarat imamah yang menyatakan, bahwaseorang Imam sama sekali
tidak dapat dicela, sifat dan tindakan-tindakannya menempatkan ia di atas
derajat orang-orang biasa. Dia merupakan legislator sekaligus eksekutor, tetapi
tindakannya tidak pernah dipertanyakan. Dia adalah tolok ukur baik dan buruk,
apa yang dilakukannya adalah baik, apa yang dilarangnya adalah buruk. Ia
merupakan pemimpin rohani sejati, kewenangan rohaninya mengungguli kewenangan
Paus dalam gereja Katholik.
d. Taqiyyah
Secara
etimologi, kata taqiyyah
berasal dari bahasa Arab, dari akar kata waqa-yaqi
yang berarti melindungi atau menjaga diri. Dari terjemahan tersebut, maka
praktek taqiyyah
diartikan—sebagaimana dikatakan oleh al-Tabataba’i bahwa taqiyyah
lebih tepat diartikan dengan seseorang yang menyembunyikan agamanya atau
beberapa praktek tertentu dari agamanya dalam keadaan yang mungkin atau pasti
akan menimbulkan bahaya sebagai akibat tindakan-tindakan dari orang-orang yang
menentang agamanya atau praktek-praktek keagamaan tertentu.
e. Marja’iyyah
Marja’iyyah berasal dari
kata marja’,
yang artinya tempat kembalinya sesuatu, atau tempat kembali dalam
persoalan-persoalan agama. Dalam pandangan Syi‘ah, kemunculan marja’
disebabkan karena gaibnya Imam Mahdi, lebih tepatnya setelah gaibnya Imam
Keduabelas.Konsep Marja’iyyah ialah proses pelimpahan tanggungjawab
kepemimpinan kepada para fuqaha yang bersifat adil dan mempunyai kemampuan
memimpin dari Imam Mahdi. Dalam hal ini, setiap orang Syi‘ah yang tidak mampu
mengambil kesimpulan hukum dalam permasalahan keagamaan sehari-hari harus
merujuk kepada orang yang lebih tahu, yaitu para Ulama atau Fuqaha. Hal ini
disebabkan karena para Fuqaha merupakan penerus kepemimpinan Imam Mahdi selama
masa kegaibannya. Maka, wewenang atau kekuasaan yang dimiliki fuqaha terhadap
umat sangat besar.
3.1 Definisi
Khawārijsecara harfiah berarti Mereka yang Keluarialah istilah
umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib,
lalu menolaknya.
3.2 Sejarah
Disebut atau
dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan
pemimpin kaum muslimin. (Fat, juz 12 hal. 283)Awal keluarnya mereka dari
pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Amirul Mu'minin Al Kholifatur Rosyid
Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul
disuatu tempat yang disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab
itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.
3.3 Tokoh
- Urwah bin Hudair
- Mustarid bin Sa'ad
- Hausarah al-Asadi
- Quraib bin Maruah
- Nafi' bin al-Azraq
- 'Abdullah bin Basyir
3.4 Konsep
Pemikiran
Mereka berkata
dengan menggunakan ta’wil dan hanya melihat dhahir nashnyasaja, Pelaku dosa besar menurut mereka adalah kufrun minal millah (keluar
dari Islam)
3.5 Sifat-sifat
Khawarij
1.
Suka mencela dan menganggap sesat.
2.
Berprasangka buruk
3.
Berlebih-lebihan dalam ibadah
4.
Keras terhadap kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.
5.
Sedikit pengetahuan mereka tentang fikih.
6.
Muda umurnya dan berakal buruk.
Ada beberapa pendapat dalam mensikapi orang-orang khawarij diantaranya
:
1. Sebagian ulama
menghukumi mereka kafir.
2. Sebagian yang
lain menghukuminya fasiq, ahlul bid’ah dan ahlul bagyi (pemberontak).
Akan tetapi bukan berarti mereka (ulama) tidak mengkafirkan sebagian
sekte khawarij yang layak untuk dikafirkan seperti :
a. Bada’iyah : yang
berpendapat shalat itu hanya satu raka’at di pagi hari dan satu raka’at di sore
hari.
b. Maimuniyyah,
yang memperbolehkan menikahi mahram dan menngingkari surat yusuf termasuk salah
satu surat dalam al-Qur’an. Karena menurut mereka surat yusuf mengisahkan
tentang cinta dan Asmara. Padahal al-Qur’an itu semuanya serius tak ada
persoalan seperti itu.
c. Yazidiyah, yang
berkeyakinan bahwa Allah akan mengutus Rasul dari kalangan ‘Ajam (non Arab)
yang akan menghapus syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah menerangkan bahwa mereka mempunyai dua
sifat yang masyhur di kalangan mereka yaitu :
1.
Keluarnya mereka dari As-Sunnah
2.
Mereka mengkafirkan orang-orang yang berbuat maksiat yang
menghantarkan merekakepada penghalalan darah orang-orang muslim dan harta
mereka serta menjadikan Negara yang mereka tempati sebagai daarul kufri (Negara
yang boleh diperangi).
Murji’ah
4.1
Definisi
Murji’ah secara etimologi memiliki arti Angan-angan,
Memberi, Mengharap.Firman Allah Ta’ala dalam surat An Nisa’, ayat
104:sebagaimana dalam firman-Nya surat Al a’raaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu
akhirhu. Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam
mengartikan kalimat Murji’ah, secara ringkas kalimat Murji’ah adalah:
1.
Al
Irja’ : Mengakhirkan amal dari Iman.
2.
Irja’
diambil dari bahasa yang berarti “takhir dan imhal“ (mengakhirkan dan
meremehkan). Irja’ semacam ini adalah irja’ (mengakhirkan) amal dalam derajat
iman serta menempatkannya pada posisi kedua berdasarkan iman dan dia bukan
menjadi bagian dari iman itu sendiri, karena iman secara majaz, di dalamnya
tercakup amal. Padahal amal itu sebenarnya merupakan pembenar dari iman itu
sendiri sebagaimana yang telah diucapkan kepada orang–orang yang mengatakan
bahwa perbuatan maksiat itu tidak bisa membahahayakan keimanan sebagaimana
ketaatan tidak bermanfaat bagi orang kafir.Pengertian seperti ini tercakup juga
di dalamnya orang-orang yang mengakhirkan amal dari niat dan tashdiq
(pembenaran).
3.
Pendapat
yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Irja’ adalah mengakhirkan
hukuman kepada pelaku dosa besar sampai datangnya hari kiamat yang mana dia
tidak akan diberi balasan atau hukuman apapun ketika masih berada di dunia.
4.
Sebagian
mereka ada yang mengartikan Irja’ dengan perkara yang terjadi pada Ali, yaitu
dengan memposisikan Ali pada peringkat ke-empat dalam tingkatan sahabat. Atau
mengakhirkan (menyerahkan) urusan Ali dan Utsman kepada Allah subhanahu
wata’alla serta tidak menyatakan bahwa mereka berdua beriman atau kafir.
Sebagian kaum Murji’ah yang lain ada yang
tidak memasukkan sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW yang berlepas diri dari
fitnah yang terjadi antara sahabat Ali dan Muawiyah sebagai sahabat Rasulullah
SAW.
4.2 Sejarah
Aliran Murji’ah ini
muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir
mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu
dilakukan oleh aliran khawarij . Kaum Murji’ah muncul adanya pertentangan
politik dalam Islam. Dalam suasana demikian, kaum Murji’ah muncul dengan gaya
dan corak tersendiri. Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktek
kafir atau tidak bagi golongan yang bertentangan.Mereka menangguhkan penilaian
terhadap orang–orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan,
karena halnya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula
orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap mukmin dihadapan mereka.
Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-nya. Dengan kata lain bahwa
orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kali
masyahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut
masih tetap mukmin, bukan kafir. Alasan Murji’ah menganggapnya tetap mukmin,
sebab orang Islam yang berbuat dosa besar tetap mengakui bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah rasulnya.
4.3 Tokoh dan KonsepPemikiran
A. Golongan yang Ekstrim
Golongan ini dipimpin Al-Jahamiyah (pengikut jaham ibn
Safwan) pahamnya berpendapat, bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan
kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah kafir. Dengan alasan, iman
dan kafir bertempat dihati lebih lanjut umpamanya ia menyembah salib, percaya
pada trinitas dan kemudian meninggal, orang ini tetap mukmin, tidak menjadi
kafir. Dan orang tersebut tetap memiliki iman yang sempurna.
·
Pengikut
Abu Al-Hasan Al-Salihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan
kafir adalah tidak tahu pada Tuhan. Masalah sembahyang tidak merupakan ibadah
kepada Allah. Ibadah adalah iman kepadanya, artinya mengetahui Tuhan.
·
Al-Baghdadi
menerangkan pendapat Al-Salihiyah bahwa sembahyang , zakat, puasa, dan haji
hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah.
Kesimpulanya ibadah hanyalah iman.
·
Al-Yunusiyah
berkesimpulan atas pendapat kaum Murji’ah yang disebut iman adalah mengetahui
Tuhan, bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman
seseorang.
·
Atas
pandangan diatas .Al-Ubaidiyah berpendapat bahwa jika seseorang mati dalam iman
, dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakannya tidak akan merugikan yang
bersangkutan.
·
Adapun
Muqatil ibn Sulaiman mengatakan, perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak
merusak iman seseorang, dan sebaliknya perbuatan baik tidak akan mengubah
kedudukan orang musyrik
B. Golongan Murji'ah Moderat
Tokoh dari golongan ini antara lain : Al-Hasan ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis.
Kemudian Abu Hanifah mendefinisikan iman adalah pengetahuan dan pengakuan
tentang Tuhan, Tentang rasul – rasulnya. Dan tentang segala apa yang datang
dari Tuhan. Ada gambaran definisi iman menurut Abu Hanifah, yaitu iman bagi
semua orang Islam adalah sama. Tidak ada perbedaan antara iman orang Islam yang
berdosa besar dan orang Islam yang patuh menjalan kan perintah – perintah
Allah. Dengan demikian, Abu Hanifah berpendapat bahwa perbuatan tidak penting,
tidak dapat diterima.
Asy’ari berpendapat, iman adalah pengakuan dalam hati
tentang ke Esaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul – rasulnya serta apa yang
mereka bawa. Sebagai cabang dari iman adalah mengucapkan dengan lisan dan
mengerjakan rukun – rukun Islam. Bagi orang yang melakukan dosa besar, apabila
meninggal tanpa obat, nasibnya terletak ditangan Tuhan. Kemungkinan Tuhan tidak
membari ampun atas dosa – dosanya dan akan menyiksanya sesuai dengan dosa –
dosa yang dibuatnya. Kemudian dia dimasukkan kedalam surga, karena ia tidak
akan mungkin kekal tinggal dalam neraka.
Jabariyah
5.1
Definisi
Pengertian
arti kata secara etimologi kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam
melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata
Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah)
mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Aliran
Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang
mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.
5.2
Sejarah
Faham Jabariah pertama kali dipopulerkan oleh Ja’d bin Dirham di
Basrah. Ide jabariah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran muridnya
yaitu Jahm bin Shafwan, yang kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah. Di samping
menerima ide jabariah, Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti
mengemukakan pendapat bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah
ma’rifah dan kekufuran adalah jahl, kalam Allah bersifat tidak qadim, Allah
bukan sesuatu dan tidak bisa dilihat pada hari kiamat.
5.3
Tokoh
dan Konsep Pemikiran
a.
Ja'd Bin Dirham
Ia
adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung
oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri. Pendapat-pendapatnya:
·
Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa
sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.
·
Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah
kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat An-Nisa.
b.
Jahm bin Shafwan
Ia
bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan
dengan Bani Ummayah.Pendapat-pendapatnya:
·
Keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya
tercapai dengan akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan
yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan
kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan
tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
·
Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan
belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu,
lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang
lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan
pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.
Qadariyah
6.1 Definisi
Pengertian Qadariyah
secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan
dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah.
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbutan-perbutannya
6.2 SejarahMunculnyaQadariah
Menurut Ahmad
Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali dimunculkan
oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma’bad adalah seorang taba’I
yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bashri.Ibnu Nabatah
dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain
bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang
semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen.
Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.
6.3 Tokoh dan Konsep
Pemikiran
Faham takdir
dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai
oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah
ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya.
Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya
bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-quran sunnatullah.Faham yang diajukan oleh kelompok ini bukan hanya
berdasarkan rasionalitas pemikiran saja akan tetapi ada nash-nash Al-Qur’an
yang dijadikan sebagai penopang akan pendapatnya, diantarnya adalah:
Artinya:
“……… Maka barang siapa yang mau berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir, biarkanlah ia kafir (Al-Kahfi: 29) Terlihat jelas dalam ayat ini menurut mereka bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada sekalian manusia untuk menentukan apakah ia mau beriman atau malah sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa manusialah yang menentukan arah hidupnya sendiri bukan Tuhan dalam ayat yang lain disebutkan
“……… Maka barang siapa yang mau berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir, biarkanlah ia kafir (Al-Kahfi: 29) Terlihat jelas dalam ayat ini menurut mereka bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada sekalian manusia untuk menentukan apakah ia mau beriman atau malah sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa manusialah yang menentukan arah hidupnya sendiri bukan Tuhan dalam ayat yang lain disebutkan
Mu'tazilah
7.1 Definisi
Secara EtimologiMu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab
menunjukkan kesendirian, kelemahan dan keterputusan, Secara TerminologiPara Ulama banyak mendepenisikan kalimat ini, sebagian ulama
mendefinisikannya sebagai “satu kelompok dari qadariyah yang menyelisihi
pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin
oleh Washil bin Atho' dan Amru bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry”.
Mu’tazilah merupakan suatu jama'ah yang lain dari Ahlussunnah wal jamaah yang
lebih mengedepankan pikiran dari nash. Dan pelopor munculnya fikiran seperti
ini adalah Washil bin Atha’ yang kemudia mendirikan jama’ah yang disebut dengan
Mu’tazilah.
7.2 Sejarah
Munculnya Mu’tajilah
Munculnya Mu’tazilah adalah dari kisah Hasan Al-Bashri yang berbeda
pendapat dengan muridnya yang bernama washil bin ‘atha’ pada masalah pelaku
dosa besar. Maka dengan I’tizalnya’ dari majlis Hasan Al- bashri dinamakanlah
Wasil dan orang-orang yang sepaham dengannya dengan Mu’tazilah. Mereka begitu
hebat melobi dan memutar kata sehingga bisa memegang pemerintahan islam selama
kurang lebih dua ratus tahun. Sebagaimana berselisih faham Hasan bashri dengan muridnya
berselisih pula Abu Hasan Al-asy'ari dengan gurunya yang bernama Abu Ali
Al-juba’I pada masalah sifat Allah swt yaitu wajibnya Allah swt berbuat baik.
7.3
Tokoh dan Konsep Pemikiran
Ada banyak tokoh dan ulama mu’tazilah yang bertebaran di Daulah
Arabiyah khususnya, Mu’tazilah terbagi menjadi dua kelompok besar saat
menjalani misinya dengan sponsor Daulah Abbasiyah, yaitu:
·
Cabang
Bashrah, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Waashil bin Atha', Amr bin
Ubaiid, Utsman Ath Thowil, Abu Al Hudzail Al 'Alaaf, Abu Bakr Al Ashom, Ma’mar
bin Ubaad, An Nadzom, Asy Syahaam, Al Jaahidz, Abu Ali Aljubaa'i, Abu Hasyim Al
Jubaa'i dan yang lain-lainnya.
·
Cabang Baghdad, yang
terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Bisyr bin Mu'tamir, Abu Musa Al Mardaar,
Ahmad bin Abii Duaad, Tsumamah bin Al Asyras, Ja'far bin Harb, Ja'far bin
Mubasyir, Al Iskaafy, Isa bin Al Haitsam Al Khayaath, Abul Qasim Al-Balkhy Al-
Ka'by dan yang lain-lainnya.
Ada banyak kelompok-kelompok kecil dalam tubuh Mu’tazilah yag semua
berdasar dari perbedaan pemikiran dalam setiap tokohnya. Yaitu:
·
Al -washiliyah.Mereka
adalah pengikut abu hudzaifah washil bin ‘atho’ al- ghazzalah. Dia adalah murid
imam Hasan al-bashri dan keduanya hidup dizaman khalifah Abdullah bin marwan
dan Hisyam bin Abdul Malik.
· Al-HudzailiyahMereka adalah kelompok yang di gagas oleh Abu Hadzil
Hamdan bin Hadzil Al-‘Allaf, dia termasuk syekhnya mu’tazilah dan orang
terkemuka di antara mereka, dia mendapat faham mu’tazilah dari Utsman bin
Kholid At-towil dari Washil bin ‘Atha’. Persi lain mengatakan bahwa Abu hadzil
belajar Mu'tadzilah itu dari Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Hanafiyah,
dan persi lain mengatkan dia mengambil faham itu dari Hasan bin Abi hasan Al
basyri.
· An-NazzomiyahMereka adalah aliran yang dipelopori oleh Ibrohim bin
Sayyar bin Hani’ An-nazzom. Ia telah banyak membaca kitab-kitab Filosof
sehingga kemudia bercampur dengan faham Mu’tazilahnya. Ia berbeda pendapat
dengan Mu’tazilah lain pada beberapa masalah, antara lain ia mengatakan bahwa
Allah SWT menciptakan makhluk ini serentak yaitu manusia, tumbuhan, hewan
diciptakan serentak sebagaiman yang kita lihat sekarang. Pendapat ini di adopsi
dari Filosof dan bertentanga dengan apa yang di sepakati ulama salaf dan
khalaf.
· Al-Khobitiyyah dan Al-HadatsiyyahAl-Khobitiyah adalah pengikut Ahmad
bin Khobit, demikian juga Al-Hadatsiyah adalah pengikut Fadhl Al-Hadtsi.
Sebetulnya kedua orang ini adalah Mu’tazilah Nazomiyah namun setelah membaca
dan mempelajari banyak buku-buku Filsafat mereka juga punya pikiran yang
melenceng dari Mu’tazilah itu sendiri seperti; mereka menyakini bahwa dalam
diri Nabi ‘Isa as itu ada unsur ketuhanan seperti apa yang di percayai Nasrani
bahwa nanti di akhirat ‘Isa akan ikut menghitung amal manusia.
· Al-BisyriyahMereka adalah pengikut Bisyri bin Mu’tamir, dia termasuk
pembesar Mu’tazilah.
· Al-Mu’ammariyahIni adalah pengikut Mu’ammar bin ‘Abbad As-Salmi, dia
termasuk pembesar Qodariyah dan ia banyak menyimpang dari Ahlusunnah
bahkan Mu’tazilah sendiri seperti pendapatnya yang menapikan Qadar baik dan buruk
dari Allah SWT dan mengingkari bahwa Allah SWT itu Qadim, bahkan menyesatkan
dan mengkafirkan orang yang berseberangan dengannya.
· Al-MardariyahTokoh utamanya adalah ‘Isa bin Sobih Al-Makni yang diberi
gelar dengan “Mardar”, ia penah jadi murid Bisyri bin Mu’tamir dan ia di gelar
juga dengan Rohibul Mu’tazilah=guru besarnya Mu'tazilah. ia berbeda dengan
Mu’tazilah lain pada beberapa masalah seperti; dia berpendapat pada sipat
Qudratnya Allah SWT itu termasuk bahwa Allah SWT sanggup berbohong dan berbuat zalim,
dan kalau Allah SWT misalnya berdusta atau berlaku zalim maka jadialah Ia Tuhan
yang zalim dan Tuhan pendusta. Kemudian sang Mardar inilah yang paling menonjol
menggembar-gemborkan bahwa Al-qur’an itu adalah makhluk dan manusia mampu
membuat bacaan yang sama dengan Al-quran baik dari segi balagah, fasohah dan
I’jaznya.
· Ats-TsumamiyahIni adalah kelompok Tsumamah bin Asyros An-Namiry, ia
termasuk Mu’tazilah yang ekstrim dan banyak berbeda dengan Mu’tazilah lain,
seperti pendapatnya yang mengatakan bahwa orang fasiq itu kekal di neraka dan
mengatakan bahwa orang kafir dari Yahudi, Nasrani, Majusi, Dahri, Musyrik dan
Zanadiqoh nanti di akhirat akan jadi tanah, sama dengan binatang dan anak-anak
orang beriman. Suatu riwayat menyebutkan ketika Tsumamah melihat kaum muslimin
berlari kemesjid untuk sholat jum’at karna takut terlambat maka dia berkata”
lihatlah para kerbau itu, lihatlah himar-himar itu”.
- Al-HisyamiyahMereka adalah pengikut Hisyam bin Amru Al-futi, ia adalah orang yang sangat ekstrim pada masalah Qudratnya Allah SWT. Ia mengingkari banyak perbuatan Allah yang sudah nyata sekalipun dalam Al-quran seperti; ia mengingkari bahwa Allah SWT yang menyatukan hati orang-orang beriman bahkan mengatakan bahwa yang menyatukan hati orang-orang beriman itu adalah mereka sendiri dengan ikhtiyar mereka. pedahal sudah jelas di ungkapkan dalam Al-Quran:
Ahlussunnah berkomentar tentang “al-futi “ dan pengikutnya bahwa darah
dan harta mereka halal bagi kaum muslimin, siapa yang membunuh mereka tidak
akan dikenakan diat dan kiparat bahkan membunuh mereka adalah salah satu
jalantaqorrub kepada Allah SWT.
·
A-JahiziyyahTokohnya
adalah Amru bin Bahr abu Utsman Al-Jahiz, ia merupakan orang yang dimuliakan di
Mu’tazilah dan termasuk penyusun kitab-kitab mereka. salah satu pendapatnya
yang menyimpang dari Mu’tazilah lain adalah ia berpendapat bahwa orang yang
masuk neraka itu tidak selamanya akan mendapat siksa tapi mereka akan menjelma
jadi unsur dari api itu sendiri.
·
Al-Khoyyatiyah
dan Ka’biyahMereka adalah kelompok Abu Husein bin Abu Amru al-Khoyyat dan
Ustadz Abu Qasim bin Muhammad Al-Ka’bi. Mereka berdua ini adalah Mu’tazilah
dari Bagdad, mereka bisa dibilang satu aliran.
·
Al-Juba'iyyah
dan dan BahsyamiyahMereka adalah pengikut Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab
Al-Jubbai dan anaknya Abu Hasyim Abdussalam. Mereka berdua ini adalah orang
Mu’tazilah dari Bashrah dan beberapa masalah berbeda dengan Mu'tazilah lainnya
seperti; keduanya mengingkari bahwa Allah SWT akan dilihat di akhirat,
mengatakan bahwa kalam Allah SWT adalah berhuruf, tersusun dan bersuara.
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah
8.1 Definisi
Ahl al-Sunnah wa
al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama'ah atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah atau Sunni. Ahlussunnah adalah
mereka yang sentiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al-Quran dan hadis yang
sahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Sekitar 90%
umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syiah.
8.2
Sejarah
Penamaan
istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun
yangdimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. nu
‘Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala :
"
Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula
muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada
mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu
rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran: 106]
“Adapun
orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang
yanghitam wajahnya mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.”
Kemudian
istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah di antaranya:
1.
Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah, ia berkata,
“Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah
seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
2.
Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah berkata: “Aku
wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena
mereka adalah al-ghuraba’(orang yangterasing).Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah
wal Jama’ah.”
3.
Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] berkata:
“...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
4.
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan
5.
“...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya
kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah
dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan
sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang
demikian...”
6.
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah beliau berkata
dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul
Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan
para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in
hingga pada masa sekarang ini...”
7.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah berkata:
“...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan
melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama
dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa
ahli Surga akan melihat Allah sesuaidengan berita yang shahih dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
8.
Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy
Rahimahullah. Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur
(‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah.”
Dengan
penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah
dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya.
Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah.
Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar
ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka
dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal,
Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.
Dan ini
juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama
kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada abad ke-3
dan ke-4 Hijriyyah
8.3
Tokoh dan Konsep Pemikiran :
Di antara segi tinjauan
yang memungkinkan kita bisa mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu ialah:
·
Pertama, sesungguhnya mereka adalah para sahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah ahli sunnah, yakni
orang-orang yang mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan
membawanya baik dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah
yang paling dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
·
Kedua, selanjutnya ialah para pengikut sahabat
Rasaulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah yang menerima
tongkat estafet agama dari para sahabat, yang mengutip, yang mengetahui, dan
yang mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in dan generasi yang hidup sesudah
mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari
kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin bid’ah
macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang
beriman.
·
Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka adalah para
salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as sunnah, yang
konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, yang mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat, para
tabi’in, dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh panutan
dalam urusan agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak
menggantinya, dan yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama
Allah.
·
Keempat, ahli sunnah wal jama’ah ialah satu-satunya
golongan yang berjaya dan mendapat pertolongan Allah sampai hari kiamat nanti,
karena merekalah yang memang cocok dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam: “Ada segolongan dari umatku yang selalu membela kebenaran.
Mereka tidak merasa terkena mudharat orang-orang yang tidak mendukung mereka
sampai datang urusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu..”
Dalam satu lafazh disebutkan: “Ada segolongan
umatku yang senantiasa menegakkan perintah Allah….”
·
Kelima, mereka adalah orang-orang yang menjadi asing
atau aneh ketika dimana-mana banyak orang yang suka mengumbar hawa nafsu,
berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam perbuatan bid’ah sangat marak,
dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam: “Semula Islam itu asing dan akan kembali asing.
Sungguh beruntung orang-orang yang asing.” Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam juga bersabda, “Sungguh beruntung orang-orang yang asing,
yakni beberapa orang saleh yang hidup di tengah-tengah banyak manusia yang
jahat. Lebih banyak orang yang memusuhi mereka daripada yang taat kepada
mereka.”
Sifat tersebut cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
·
Keenam, mereka adalah para ahli hadist, baik riwayat
maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf menafsiri al
tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat, yakni orang-orang
ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli hadist. Hal itu
berdasarkan riwayat dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al
Madini, dan Ahmad bin Sinan. Ini benar, karena para ahli hadist lah yang layak
menyandang sifat tersebut, mereka adalah para pemimpin ahli sunnah.
Daftar Pustaka
Nasution,Harun.2012.TeologiIslam.Jakarta:UI-Press.
www.Delsajoesafira.blogspot.com
www.fostimpala.blogspot.com
www.ms.wikipedia.org/wiki/Ahli_Sunah_Waljamaah
www.suryadilaga.wordpress.com
www.Aliranteologiislam.co.id
www.ms.wikipedia.org/wiki/Ahli_Sunah_Waljamaah
www.suryadilaga.wordpress.com
www.Aliranteologiislam.co.id