Posted by : Unknown
Kamis, 29 Januari 2015
“Kenapa kau
menggerai rambutmu?” Tanya Kaneki yang terlihat penasaran
“Ini, oh ini.
Aku hanya ingin sesekali lebih rapi saat datang kesekolah.” Sepertinya jawaban
atas pertanyaannya kali ini tidak cukup baik.
“Tapi kau
terlihat cantik bila menggerai rambutmu.” Pernyataan tadi seketika semakin
membuat kerja jantungku lebih cepat. Oh tidak, aku membutuhkan ekstra oksigen
disini. Beberapa menit akhirnya berlalu dan aku sangat bersyukur mampu
mengendalikannya.
Setelah cukup lama,
akhirnya obrolan kami berakhir karena ulah Aoi.
“Oh tidak, Aoi
sudah datang.” Kaneki menyela obrolan kami. Matanya menyipit kearah kanan, tiba-tiba
Kaneki meneguk langsung coklatnya yang sudah semakin dingin dengan satu kali
tegukan hingga habis. Kemudian ia berdiri dari bangku itu dan akhirnya berkata.
“Terimakasih untuk coklat panasnya.” Kaneki beranjak dari tempatnya menuju
pintu kantin yang berlawanan dengan Aoi.
Setelah
beberapa detik masuk kedalam kantin, Aoi kemudian berlari keluar mengikuti
Kaneki. Benar-benar seperti anak ayam yang mengejar induknya. “Hmm.. padahal
aku masih ingin mendengarkan banyak cerita darinya.” Tiba-tiba kata-kata itu
terlontar dari mulutku begitu saja. Begitu sadar, aku memutar kepala kekanan
dan kekiri dan untunglah tak ada siapapun disana. Aku tersenyum malu sambil
mengusap dadaku.
15menit lagi
bel berbunyi, sebaiknya aku bergegas menuju kelas. Ketika keluar dari kantin
dan melangkah beberapa meter, seseorang memanggil namaku cukup jelas. Aku
berbalik menuju arah suara itu berasal. Seorang pria tengah mematung dengan
syal tebal menutup muka dari hidung hingga lehernya.
Pria ini, aku
benar-benar mengenalnya. Meskipun wajahnya tertutup tapi aku tahu siapa dia.
“Tommy? Sedang
apa kau disini?” Aku berjalan mendekat
kearahnya untuk lebih memastikan. Sedikit aneh melihat Tommy berdiri di koridor
dengan menggunakan seragam sekolah kami.
“Rifka,
bagaimana kabarmu? Ohayou gozaimasu.” Sialan, itu benar-benar Tommy gaya bahasa
serta caranya menyapaku, ini benar-benar Tommy, bagaimana bisa? Kenapa dia
disini? Dan BAGAIMANA VREYA?
Tommy
menurunkan syal yang menutupi wajahnya, begitu syalnya terbuka senyum
mengambang yang membuat jantungku berdegup kencang DULU. Deretan gigi putih
bersinar tertata rapi menjadi pemanis senyumnya, tapi kurasa aku sudah tidak
merasakan hal yang sama seperti dulu.
“Ayo kita ke
kelas, 11-3 bukan? Aku juga masuk kelas itu.” Tangannya sekarang merangkul
pundakku. Dia seolah memberi aba-aba untukku berjalan disampingnya, tapi entah
mengapa kakiku malah terdiam dan dalam beberapa saat lengannya mengapung
diudara.
“Rifka? Kau
tidak apa-apa? Apa kau demam?” Kini belakang telapak tangannya menyentuh keningku.
“Kau tidak demam. Mungkin kau kedinginan.” Dia segera melepaskan syal yang
menggulung lehernya dan ketika hendak memberikannya padaku, aku melangkah
mundur menjauh darinya.
“Rifka?
Kenapa?” Mukanya menunjukan rasa tak percaya yang sangat tinggi. Sampai detik
ini belum ada kata yang terlontar dari mulutku. Begitu banyak pertanyaan
diujung lidahku, namun entah mengapa, tak ada satu katapun yang keluar.
“Rifka, what
are you doing?” Suara gadis itu mengaburkan seluruh pertanyaan yang membelenggu
lidahku. Begitu aku menoleh kebelakang ternyata itu Kyoko.
Kyoko tampak
terpaku melihat seorang pria yang tengah berdiri dihadapannya, meskipun mukanya
tampak kebingungan, mungkin dimata Kyoko ia tampak sempurna. Kyoko tak henti
memandanginya dan berkata “Kawaii.” Ternyata virus ketampanannya sudah mewabah
disekolah ini juga.
“Rifka, dia
temanmu?” Tommy mencoba pembicaraan lain. Mata Kyoko dengan cepat mengarah
kepadaku. “Rifka?” matanya seolah bertanya ‘kau mengenal pria ini?’ tapi dengan
sigap aku menggandeng tangan Kyoko untuk bergegas menuju kelas dan menyeretnya
secara paksa. Kyoko seolah tak percaya, dia terus menerus memandangi pria yang
tertinggal dibelakang.
Ketika sampai
dikelas, Kyoko dengan semangat bercerita pada Sayaka soal pria yang ditemui
oleh kami pagi ini. Dia bercerita sangat antusias seperti saat ia menceritakan
Kaneki. Kaneki yang sedari tadi mencuri dengar sesekali menyipitkan
pandangannya padaku yang masih berada ditengah Kyoko dan Sayaka. Entah apa
maksudnya tapi sepertinya ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya.
Bel tanda
masuk sudah berbunyi. Kami sudah duduk diposisi masing-masing. Tak lama pria
yang duduk tepat dibelakangku perlahan-lahan menggeser kursi yang kududuki dengan
kakinya kemudian bertanya. “Oe? Benarkah itu? Apakah dia setampan itu?
Bagaimana bila dibandingkan dengan ku? Namanya Tommy? Mirip sekali dengan orang
yang kau ceritakan pagi tadi.” Kaneki tampak terkekeh dengan semua
pertanyaannya yang kurasa juga sedikit konyol untuk ditanyakan.
Belum sempat
aku menjawab, Sensei datang diikuti siswa baru itu. Kaki yang sengaja
menggeser-geser kursiku perlahan mereda, diikuti dengan suara anak perempuan
yang histeris dan tampak bersemangat melihat pria dengan wajah asing memasuki
kelas mereka.
“Jangan
bilang, ini Tommy yang kau ceritakan.” Suara bisikan itu terdengar begitu jelas
kali ini. Bagaimana tidak kepala Kaneki benar-benar condong kedepan. Tiba-tiba
Tommy menatap Kaneki dengan sinis dan seluruh wanita dikelas kami mengikuti
arah bola mata Tommy, dan kini pandangan mereka tertuju padaku dan Kaneki.
“Ya, dia Tommy
teman kecilku yang tadi pagi aku ceritakan.” Dengan tatapan kosong Kaneki
perlahan duduk kembali ditempat kursinya. Seluruh pandangan anak perempuan
dikelas sudah kembali pada Tommy, namun sesekali Tommy melirik kearah Kaneki
dengan perasaan sinis.
‘Sebenarnya
untuk apa dia datang kemari, bukankah sudah cukup membuatku tersiksa disana?’
pertanyaan itu tak henti hentinya aku tanyakan pada diriku hari ini sampai tak
terasa waktu berlalu begitu saja. Bel istirahat berbunyi, selang beberapa saat
seseorang sudah berdiri dipinggir mejaku.
“Rifka,
kutraktir kau makan.” Seluruh pandangan anak perempuan dikelas kami tampak
kecewa. Beberapa anak perempuan terlihat saling mengomentariku dan Tommy,
termasuk Sayaka dan Kyoko. Selang beberapa saat Aoi muncul dengan sangat riang.
“Kaneki-kuuuuuuuun,
iku!” Dengan nada yang sangat manja Aoi menarik lengan Kaneki, tapi langkahnya
beberapa saat terhenti ketika melihat Tommy berdiri dihadapannya. “Anata no
kawaii desu.” Nada manjanya kali ini ditujukan pada Tommy, dan beberapa saat
setelah melihatku. “Demo, omae?” Tangannya kembali mengacung kearah mukaku dan
berusaha menyatukan kembali alisnya.
Dengan sigap
Tommy menurunkan jari telunjuk Aoi dan berkata padanya dengan nada yang sangat
sopan. Aoi akhirnya tersenyum dan kembali menarik Kaneki untuk pergi menikmati
waktu istirahat bersamanya. Kaneki berjalan menjauh bersama Aoi, rasanya
sedikit kesal melihatnya, tapi tunggu, kenapa aku merasa kesal? Mungkin karena
dia menyelamatkan hidupku pagi ini dan aku ingin dia sekali lagi
menyelamatkanku dari Tommy.
Tapi Kaneki
semakin menjauh, dan akhirnya setelah berusaha cukup keras menolak ajakannya
Tommy akhirnya aku menyerah dan memutuskan menikmati waktu istirahat bersama
Tommy.
***JANGAN LUPA BERIKAN KOMENTARNYA***
DIBUTUHKAN KRITIK DAN SARAN YANG MEMBANGUN
DARI PEMBACA SEKALIAN
`Arigatou'