Posted by : Unknown
Kamis, 29 Januari 2015
“Kau ingin makan
apa?” tanya Tommy setelah kami tiba dikantin sekolah.
“Aku sedang
diet.” Jawabku seadanya.
“Bukankah kau
sudah kurus? Untuk apa diet?” Ucapnya sambil sedikit meledekku. Itu benar-benar
gurauan yang benar-benar ‘tidak lucu’. Seharusnya dia bisa melihat badanku yang
lebih gemuk dengan mata terpejam. Benar-benar pria tak tahu diri, nafsu makanku
bertambah ketika aku patah hati olehmu, jika saja dia hanya sebuah boneka mungkin
sudah ku congkel matanya, patahkan tulang lehernya dan jambak rambutnya hingga
botak, sayangnya dia manusia.
Aku hanya
mendengus kencang mendengar gurauan garingnya. Sepertinya ia mulai menyadari
sikapku yang tak bersahabat.
“Baiklah,
bagaimana kalau coklat panas?”
Tiba-tiba
pikiranku melayang pada kejadian tadi pagi, entah kenapa rasanya nyaman saat
bersama Kaneki. Dan tanpa disadari aku tersenyum mengingat kejadian pagi tadi.
“Vreya kau
tidak apa-apa?”
Pertanyaan itu
seketika membuatku sadar akan beberapa hal : 1. Yang bersamaku kali ini bukan
Kaneki dan 2. Dia memanggilku Vreya.
“Maaf Tommy,
aku bukan Vreya.” Tiba-tiba saja aku berlari meninggalkan kantin, entah kemana
tujuanku kali ini yang jelas aku benar-benar sudah tidak tahan menghadapi
Tommy, meskipun perasaanku padanya sudah mulai memudar, namun entah kenapa rasa
sakit itu kembali datang. Rasa sakit yang tidak bisa aku tahan.
Akhirnya aku
tiba disalah satu lorong yang menuju loteng sekolah. Sepertinya ini kali
pertamaku datang ke salah satu bagian dari bangunan sekolah yang belum
kujelajahi sebelumnya dan disini benar-benar sepi. Sepertinya cocok untuk
sedikit melepaskan penat hari ini.
Di depan sana
sepertinya ada sebuah tangga yang menuju loteng sekolah paling atas, mungkin
harus kucoba menaikinya. Dengan dipenuhi rasa kesal akhirnya kunaiki satu
persatu anak tangga besi yang menempel pada dinding sekolah. Pijakan kakiku
sepertinya cukup keras hingga salah satu anak tangga tadi patah, aku hampir
jatuh dari ketinggian 2meter hanya saja selang beberapa detik sebuah tangan
menjulur dan mencengkram lenganku.
“Tidaaaak..
Ha.. haa.. hantuuuu. Tolong jangan pegangi aku. Tolong biarkan aku terjatuh
dibanding dimakan olehmu. To..to..tolooong.” Aku berbicara seolah hantu Jepang
dapat mengerti apa yang aku maksud. Mataku tak dapat kubuka sekarang, entah itu
jatuh ataupun melihat hantu, keduanya aku sama sekali tidak siap.
“Oe, bagaimana
mungkin ada hantu disiang bolong begini. Ya meskipun matahari tidak terlihat
setidaknya hantu tidak akan muncul disiang hari.” Suara ini, aku tahu suara
ini. Dengan ragu sedikit demi sedikit aku membuka mataku dan ternyata benar.
Kaneki menyelamatkanku ‘lagi’. Ia tampak kesulitan menggenggam tanganku yang hampir
terjatuh, dengan berat badan sekitar 55kg aku rasa dia cukup kuat.
“Injakan
kakimu disana, naiklah secara perlahan.” Suara itu terdengar lagi,
perlahan-lahan aku injakan kembali kakiku pada anak tangga yang lain, dengan
perlahan aku naiki dan akhirnya sampai dipuncak gedung sekolah.
“Maaf, aku
sudah menyusahkanmu lagi.“ Aku benar-benar menyesal dan lebih menekankan kata ‘lagi’
diakhir permohonan maafku.
“Tidak
apa-apa. Sebenarnya apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau bisa menemukan
tempat ini? Dan kenapa kau tidak bersama Tommy?” pertanyaan terakhirnya sedikit
berbeda.
“Aku hanya
berlari dan akhirnya aku sampai disini. Tommy? Entahlah, tak banyak yang ingin
aku bicarakan tentangnya.” Jawabku dengan sedikit rasa kesal ketika ingat akan
Tommy. “Lalu apa yang kau lakukan disini? Bagaimana dengan Aoi?”
“Setiap aku
bosan, tempat ini selalu jadi tempat persembunyianku. Mirip dengan Otou-san dan
Oka-san ketika dulu. Aoi? Aku mengelabuinya tadi, sepertinya ia masih
menungguku didepan WC.”
“Apa? Apa kau
serius membiarkannya menunggumu disana? Bagaimana kau keluar?”
“Lewat jendela
belakang.” Kemudian pandangannya kosong dan kembali menerawang jauh ke langit
kelabu.
“Emm, otou-san
dan oka-san yang kamu maksud sepertinya memiliki kisah cinta yang luar biasa
ya. Aku sendiri dapat menggambarkan betapa indahnya keluargamu itu. Berbeda
jauh dengan keluargaku.”
“Kau hanya
belum mengetahuinya. Jika aku ceritakan kau pasti takkan percaya. Memangnya
bagaimana dengan keluargamu?” Pandangan Kaneki tidak lagi kosong dan sepertinya
ia tertarik dengan kisah keluargaku. Akhirnya aku menceritakan semua mengenai
keluargaku dan terkadang ia sepertinya benar-benar mengerti bagaimana hidup
diposisiku yang sekarang. Sepertinya Kaneki memiliki kepribadian yang sulit
ditebak, kadang pendiam, kadang bisa sangat menyebalkan, kadang perhatian, dan
kadang bisa membuatku tidak mengenal siapa dia.
“Ah tidak. Bel
masuk berbunyi, tak kurasa menghabiskan waktu denganmu dapat menjadi begitu
singkat. Jadi kapan-kapan ceritakan mengenai kisah keluargamu padaku ya.”
“Baiklah.
Tapi, 2coklat panas lagi.” Oh tidak, jangan senyum ini yang kau tunjukan padaku.
Benar-benar membuatku seperti mau mati membeku.
***JANGAN LUPA BERIKAN KOMENTARNYA***
DIBUTUHKAN KRITIK DAN SARAN YANG MEMBANGUN
DARI PEMBACA SEKALIAN
`Arigatou'