Posted by : Unknown Kamis, 29 Januari 2015


“Rifka, darimana saja kau?” Tommy menyambutku dari mulut pintu kelas. Tak lama pandangannya dialihkan pada Kaneki yang berada tepat dibelakangku. Kaneki menghentikan langkahnya saat aku dihadang Tommy.
“Kau ini benar-benar memuakan!” Tommy berbicara lantang pada Kaneki.
“Kau seharusnya berkaca pada dirimu sendiri.” Balas Kaneki singkat dan kemudian menabrak badan Tommy dengan cukup kencang. Tanpa terasa kakiku tiba-tiba bergeser dengan sendirinya. Tunggu, Kaneki menarik tangan kiriku dan membawaku masuk kedalam kelas. Apa maksudnya ini Kaneki?
Aku berhasil berpindah sejauh 5 langkah, namun kakiku mendadak berhenti. Sepertinya ada sensasi panas pada pergelangan tangan kananku. Benar, Tommy menarik tangan kananku kembali dengan spontan langkah kaki Kanekipun terhenti.
Sebenarnya ada apa ini?
Kaneki membalikan badannya dan begitu tepat menghadapku sebuah pukulan mendarat tepat dihidungnya. Oh tidak, Kaneki mengeluarkan banyak darah dari hidungnya. Seisi kelas tampak terpaku melihat adegan yang terjadi didepan kelas. Semua tampak khawatir namun tak ada yang bergerak.
Begitu tersadar  apa yang terjadi, tanpa pikir panjang aku menampar wajah Tommy dengan tangan kiriku dan menarik paksa tangan kananku yang masih digenggam olehnya. Tamparanku mungkin tidak kencang, namun amarahku cukup tinggi.
Tanpa pikir panjang aku membawa Kaneki ke UKS. Entah bagaimana raut muka Tommy saat itu, yang jelas aku merasa harus bertanggung jawab pada Kaneki.
“Kau ini bodoh ya? Kenapa kau tidak melawannya?” Entah mengapa kekesalanku juga meluap pada Kaneki. Sesekali aku merasa khawatir melihat darah yang meluncur jatuh dari hidungnya.
“Hei, kenapa kau diam saja.” Nada suaraku kali ini sudah semakin tinggi. Tanpa terasa butiran hangat meluncur dari kelopak mataku. Benar, aku menangis. Entah apa yang membuatku menangis tapi ini semua telah membuatku sesak.
“Rifka, kau tidak apa-apa?” Kaneki menghentikan langkahnya begitu tahu aku menangis.“Oe, kenapa kau menangis? Aku tidak apa-apa, ini hanya luka ringan.” Mendengar pernyataannya yang seperti itu semakin membuatku ingin menangis. Bagaimana tidak, hari ini saja dia sudah menyelamatkanku 2x tapi yang kuberikan hanyalah sebuah luka.
“I..ini semua salahku.” Tanpa disadari suara tangiskupun pecah dengan cukup keras. Untunglah saat itu lorong menuju UKS sepi, dan akhirnya aku bisa menangis dengan tenang. Isak tangisku sepertinya cukup membuat Kaneki khawatir.
“Rifka, dengar! Aku tidak apa-apa, lihat? Aku baik-baik saja.” Namun aku masih belum bisa menghentikan tangisku. Tiba-tiba ia menarik badanku dan memelukku cukup erat. Perasaan tak enak yang menguasai hati dan fikiranku perlahan berubah menjadi tenang. Sekali lagi ia berbicara “Aku tidak apa-apa.”
Setelah tangisku mereda ia mulai melonggarkan pelukannya. “Dasar anak manja, ternyata kau cengeng juga.” Sebuah pukulan halus dikepala Kaneki luncurkan padaku. Entah apa maksudnya namun aku berhasil tenang. Belum juga sampai di UKS, ia memutuskan kembali ke kelas tanpa berkata-kata dan akhirnya aku mengalah mengikutinya.
“Sepertinya ia masih menyayangimu.” Tiba-tiba suara Kaneki terdengar lagi.
“Maksudmu?”
“Ia tidak akan melakukan hal seperti itu jika ia sudah benar-benar melupakanmu.”
“Tapi..”
“Bicarakanlah dengannya baik-baik, aku yakin dia memiliki alasan khusus mengenai kepindahannya kemari.”
Akhirnya kami tiba diruang kelas. Furukawa sensei tengah berdiri untuk memberi kami pelajaran sejarah Jepang. Sepertinya Kaneki berusaha meminta maaf atas keterlambatan kami dalam jam mengajarnya. Dan akhirnya kami dipersilahkan duduk. Semua orang sudah berada di tempat duduknya kecuali Tommy.
Hingga bel pulang berbunyi batang hidungnya tidak nampak sama sekali. Entah dimana anak itu berada. Perasaan waswas sedikit menyelimuti pikiranku. Entah apa yang sebenarnya terjadi disini, dengan perasaan campur aduk akhirnya aku meninggalkan gedung sekolah.
Seperti biasa Kaneki pulang bersama Aoi, dan aku? Aku seperti anak ayam yang tersesat tanpa tujuan. Akhirnya aku berjalan mengikuti langkah kakiku.
Saat hampir tiba di gerbang utama sekolah, aku melihat seorang pria yang tak asing disana. Aku tahu itu Tommy. Dengan berat hati aku mengikuti apa yang Kaneki katakan padaku. ‘Bicarakanlah dengannya baik-baik, aku yakin dia memiliki alasan khusus mengenai kepindahannya kemari.’
“Tommy, maafkan aku. Aku benar-benar tidak berniat menamparmu tadi.”
“Tidak, aku yang salah. Jadi maafkanlah aku.” Tommy tampak sangat menyesal telah melakukan hal yang kurasa tidak perlu. “Aku tak bisa mengendalikan amarahku. Aku tahu aku salah. Kamu sangat berbeda dengan Vreya dan aku benar-benar tidak mau kehilanganmu. Dan satu hal lagi. Tadi aku tidak memanggilmu dengan Vreya, mungkin pendengaranmu yang sengaja menyampaikan pada otakmu bahwa aku memanggilmu Vreya. Aku sangat yakin aku memanggilmu Rifka.”
Sial, sebenarnya ada apa ini?
“Kau memaafkan aku bukan?” kata-katanya membuatku semakin bingung,
“Tidak perlu waktu yang cepat untuk mengembalikan keadaan ini seperti semula, aku tahu semua butuh proses. Namun jika kau tak mau memaafkanku, aku akan lebih berusaha agar dapat membuatmu memaafkanku.”







***JANGAN LUPA BERIKAN KOMENTARNYA***
DIBUTUHKAN KRITIK DAN SARAN YANG MEMBANGUN
DARI PEMBACA SEKALIAN
`Arigatou'

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 シズカ 近松's Blog ^^ - Ore no Imouto - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -